Pola Pikir yang Menjebak, Hati - Hati
Aku berpikir maka aku
ada. Sering mendengar ungkapan ini? Ya itu adalah ungkapan yang dilontarkan
oleh seorang ahli filsafat terkenal di masa lampau, bahasa aslinya adalah “Cogito
Ergo Sum”, beliau adalah René Descartes asal Prancis. Ungkapan ini begitu
menarik banyak orang sehingga dikutip di mana mana hingga sekarang.

Yang membuat ungkapan
tersebut begitu populer adalah ia mengandung sentilan yang sangat dalam pada jiwa
setiap orang yang mendengarnya. Setiap manusia terlahir diberi bekal akal oleh
Sang Pencipta, dengan bekal itu manusia dibebani tugas untuk mendayagunakan
akalnya sebaik mungkin untuk memilah milah begitu banyak pilihan dalam hidup
yang di antaranya memang sengaja disediakan oleh Tuhan untuk menjadi jebakan.
Dengan bekal akal yang diberikan itu Dia menguji manusia agar bisa menemukan
pilihan yang tepat sebagaimana yang digariskan olehNya.
Proses berpikir yang
begitu panjang menghasilkan pola – pola tertentu, Pola pikiran itu tertancap di
alam bawah sadar katika seorang individu mengalami kejadian yang sama secara
berulang ulang. Yang menjadi masalah adalah ketika pola pikir ini kemudian
menjadi sesuatu yang menimbulkan keyakinan yang pasti akan terjadi, padahal
tidak, sebenarnya itu hanya jebakan yang dihasilkan dari bayangan akal sendiri.
Penjelasan lebih lanjut tentang Pola Pikir silahkan baca : Penjelasan lengkap tentang mindset
Dalam agama dijelaskan
bahwa jebakan pola pikir disebabkan karena adanya intervensi dari syaithan dan
godaan hawa nafsu. Syaithan akan terus berupaya menjebak manusia dengan menghembuskan pikiran - pikiran negatif atau memutar mutar logika sehingga mengaburkan pertimbangan akal yang masih jernih. Dengan pandangan yang jernih bisa diketahui bahwa pada dasarnya tidak ada yang akan
mengetahui apa yang akan terjadi kemudian kecuali Tuhan. Bukankah semua orang
beragama mempercayai hal ini? Jika iya, maka tidak layak seseorang memiliki keyakinan bahwa apa yang akan terjadi di masa mendatang pasti sesuai apa yang ia pikirkan.
Berikut kami singgung beberapa
pola pikir yang sering muncul yang berpotensi menjebak sehingga akan mengambil
respon tindakan yang keliru jika dituruti.
1. Mumpung
ada kesempatan, jangan sampai terlewat
Di era modern semua seakan berjalan
semakin cepat, banyak orang menginginkan sesuatu terwujud serba instan,
sehingga menimbulkan kesan terburu buru. Hal ini yang akhirnya memupuk dan
menyuburkan pola pikir tersebut dalam kehidupan sehari - hari. Pola pikir semacam
ini bisa disebut juga sebagai paham oportunisme.
Dengan menganut pola pikir semacam ini,
seseorang bisa saja akan terjebak dalam kekhawatirannya ketika membayangkan
kehilangan kesempatan dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Untuk itu ia tidak
segan akan menempuh berbagai cara dalam mewujudkan keinginan dan menghilangkan
kekhawatiran dengan mengesampingkan pertimbangan logis tentang dampak perbuatan
yang dilakukan. Inilah persoalan utama dari pola pikir di atas.
Seperti contoh :
seseorang mendapatkan promo harga murah
sesuatu yang dia idamkan sejak lama, namun pada saat yang sama ia berada dalam
kondisi yang belum memungkinkan untuk membelinya, gaji yang didapat hanya cukup
untuk memenuhi kebutuhan bulanan keluarga. Maka dimulailah ujian pola pikir
ini. Jika orang tersebut terjebak, ia mulai mencari – cari alasan pembenar
tindakannya untuk membeli barang yang diinginkan. “ah hutang dulu sajalah, saya
mampu kok melunasinya beberapa bulan ke depan dengan mencicil menggunakan gaji”
“ini kesempatan yang langka, besok mungkin tidak terjadi lagi, maka saya harus
cepat” dll. Maka dengan susah payah akhirnya barang idaman berhasil didapatkan,
dengan terlebih dahulu menebalkan muka mencari hutang ke sana sini.
Namun jika orang tersebut masih memiliki
kejernihan pikiran beruntunglah ia karena bisa lolos dari jebakan pola pikir. Setiap orang ketika menghadapi suatu keadaan, akal akan memberi warning berupa pertimbangan – pertimbangan logis mengenai
situasi yang dihadapi.
Dalam contoh kasus di atas, akal akan berkata, “Gaji bulanan pas – pasan, jangan memaksakan
diri” “hutang hanya akan membuat beban semakin bertambah” “kesempatan terbaik
akan datang lagi di masa mendatang pada saat yang tepat” dll. Dengan terbiasa memperhatikan pertimbangan logis ini, orang yang bersangkutan akan mengukur kemampuan dan menghitung kemungkinan sebaik mungkin dan selain itu ia akan terbiasa rendah hati menunggu
kesempatan terbaik yang diberikan Tuhan di kemudian hari dengan tidak meninggikan
ego dan nafsunya.
Namun tentu tidak kemudian kita menganggap
pola pikir tersebut menjebak sepenuhnya, dalam kondisi tertentu jika pola ini
diterapkan akan memiliki dampak yang baik. Seperti kesempatan mendapat beasiswa
kuliah, kesempatan menjadi anak yang berbakti ketika orang tua masih hidup,
kesempatan bekerja keras mumpung masih muda dll.
2. Modal
sedikit mungkin untung atau laba sebanyak mungkin
Hampir semua mata pelajaran ekonomi dan
kewirausahaan selalu mengajarkan hal itu kepada para siswanya. Apa salah? Tidak,
hanya saja perlu dipahami bersama bahwa itu adalah pola pikir berpotensi besar untuk menjebak. Buktinya persaingan bisnis,
rebutan kursi jabatan, tajamnya ketimpangan status sosial yang terjadi sekarang
sedikit banyak disebabkan oleh jebakan dari pola pikir ini yang diajarkan
kepada setiap orang di banyak sekolah dan kampus.
Inilah yang kemudian dikenal sebagai paham
kapitalisme, yaitu suatu paham ekonomi yang acuannya terletak pada modal. Dalam
pemahamannya, setiap kegiatan jual beli pasti menyasar keuntungan dan
membutuhkan modal, maka kapitalisme mengajarkan rumus sucinya yakni dalam jual
beli yang bagus seharusnya bisa menghasilkan untung sebanyak mungkin dari modal
yang sesedikit mungkin (CMIIW, itu yang saya fahami selama ini dari paham
kapitalisme).
Semua orang berjual beli butuh modal
bukan? Iya, betul, mereka semua juga menargetkan mendapat untung bukan? Iya,
betul, lalu di mana letak jebakannya? Jebakan itu baru akan muncul ketika kata
modal dan untung diperpanjang menjadi kalimat “Modal sedikit mungkin untung
sebanyak mungkin” tambahan yang cukup halus dan terlihat sangat masuk akal
karena sesuai dengan keinginan nafsu dalam diri setiap orang. Namun dibalik
kalimat itu mengandung jebakan yang mematikan, kita baru akan sadar ketika
melihat efek yang ditimbulkan dari pola pikir seperti itu.
Coba kita perhatikan, ketika seseorang
memiliki target dalam bisnisnya untuk mengeluarkan modal sesedikit mungkin,
maka seringkali yang muncul kemudian di pikirannya adalah bagaimana ia harus
menguasai sumber – sumber bahan mentah yang dibutuhkan untuk menghasilkan
produk dengan begitu ia bisa menekan modal menjadi sangat minim, lalu muncul
lagi pikiran untuk menguasai alur pendistribusian produk hingga sampai ke
tangan konsumen dan seterusnya ide – ide untuk menguasai dan memonopoli
perdagangan muncul satu persatu demi mewujudkan impian utama agar modal bisa
ditekan seminimal mungkin.
Betapa banyak orang yang harus
disingkirkan demi menuruti impian itu. Jika hanya dipikirkan oleh satu orang di
satu tempat mungkin efeknya tidak terlalu besar, hanya berkutat di tempat itu,
namun jika setiap orang berpikir dengan cara berpikir yang sama seperti saat
ini, maka akan terlihat bahaya sesungguhnya yang ditimbulkan oleh jebakan pola
pikir tersebut.
Itu baru satu bagian, masih ada bagian
lain yaitu “memperoleh keuntungan sebanyak mungkin”. Jika Anda seorang yang
berjiwa enterpreneur, kira – kira langkah apa yang akan muncul di benak Anda
untuk mencapainya? Silahkan direnungkan. Apapun jawabannya, saya yakin potensi
bahaya tersebut juga sangat mungkin akan terjadi. Maka jika dua bagian pola
pikir ini menyatu dan berusaha untuk diwujudkan, sungguh betapa dahsyatnya
bahaya yang ditimbulkan.
Dari merenungkan itu semua, maka pertanyaan
selanjutnya yang muncul adalah, jadi pola pikir seperti apa yang harus kita
bangun untuk menangkis jebakan yang menjerumuskan itu? Yaitu dengan terlebih
dahulu menghilangkan tambahan kalimat “sesedikit mungkin” dan “sebanyak
mungkin” cukup dengan kata bisnis dimulai dengan modal dan sebisa mungkin
menghasilkan keuntungan yang cukup. Selanjutnya sedikit demi sedikit mengubah
acuan dari modal (Capital) dan keuntungan menjadi manfaat, berbisnislah dengan
bertujuan menyebarkan kemanfaatan pada sesama manusia.
Demikian penjelasan
singkat yang bisa kami bagikan semoga bermanfaat untuk membuka ruang berpikir
kita bersama, jika ada kesempatan akan saya bahas lagi lanjutannya dengan
membahas pola pikir umum yang lain yang juga berpotensi menjebak kita.
Sekian. Wallohu a’lam
Belum ada Komentar untuk "Pola Pikir yang Menjebak, Hati - Hati"
Posting Komentar